teddibelajarbersyukur
Belajar, Bersyukur, Bekerja
 
Tuesday, December 19, 2006
Pernikahan Menuju Kebebasan
Kurang dari 3 minggu menjelang hari H-ku, sebuah film disuguhkan kepadaku di malam minggu kemarin. Sebatas Aku Mampu, judulnya. Berkisah tentang pasangan muda, Ayub dan Ros, yang membina rumah tangga dengan keunikan masing-masing. Ros adalah seorang sekretaris pada sebuah perusahaan baru, pekerja keras, rajin, dan pintar, membuatnya dapat memperoleh peningkatan karir dengan cukup cepat. Ayub, pegawai negeri dengan keinginan dan pola pikir yang amat sederhana, menjalani hari-harinya begitu damai dan santai dengan memancing bersama sahabatnya dan mengurus ayam sepulang ke rumah.

Ketidakpahaman akan keunikan masing-masing belum terasa ketika pada awal cerita mereka masih mampu mengkompromikan banyak hal. Ros tidak pernah menyukai ayam-ayam peliharaan Ayub dan mengusulkan untuk memelihara anjing saja. "Anjing tidak bisa bertelor," jawab Ayub ketika itu. Namun berjalan waktu, karier Ros yang semakin menanjak rupanya menggelitik Ayub yang stagnan. "Kita tidak pernah lagi ngobrol Ros," ujar Ayub satu kali. "Abang yang terlalu sibuk dengan ayam-ayam Abang," balas Ros. Bagaimanapun, Ros tetap membutuhkan kegemaran Ayub memancing, sebab suami bosnya ternyata juga amat gemar memancing. Kesederhanaan dan filosofi memancing Ayub telah memikat hati suami sang bos.

Konflik muncul ketika keunikan masing-masing tidak dihargai dan dimaknai sebagai bagian hidup yang sewajarnya. Ros merasa suaminya tidak mau berkembang, Ayub merasa istrinya terlalu lugu sehingga mudah dimanfaatkan. Sebagaimana kisah-kisah happy ending, Ros akhirnya mengetahui bahwa sang bos rupanya ingin menjodohkan ia dengan anak lelakinya yang beberapa tahun belakangan kehilangan istrinya yang meninggal. Ayub sudah pernah mengingatkan hal ini, "Menurutmu tidak aneh, ada seorang sekretaris tiba-tiba diangkat menjadi manajer?" Ros yang merasa direndahkan kontan meledak, "Jadi menurut Abang aku tidak pantas mendapatkan jabatan itu?" Pertengkaran pun berlanjut namun berakhir dengan bahagia.

Romantis bagi sebagian orang, buatku kisah dalam film itu amat mencerahkan. Beberapa jam sebelumnya, terlintas dalam pikiranku bahwa pernikahan berarti kebebasan memilih. Ayub dan Ros yang begitu berbeda memilih untuk bersatu karena cinta yang mereka rasakan. Betapa tidak? Baik agama maupun budaya secara umum mengajarkan batasan-batasan di antara sesama saudara kandung sekalipun. Bahkan ayah dan ibu juga tetap harus memiliki 'jarak' dengan anaknya dalam hal-hal tertentu yang merupakan privasi mereka.

Bagaimana dengan pernikahan? Yang terjadi justru sebaliknya. Sepasang suami istri bebas berbagi apapun tanpa ada batasan sama sekali. Pada orang asing itulah seseorang membuka rahasianya yang paling dalam dan mengukir masa depan bersama. Sungguh sebuah kebebasan yang luar biasa. Manusia adalah khalifah, sang penentu arah perkembangan dunia, karenanya ia tidak boleh dibelenggu semata-mata oleh hubungan sedarah. Kesempurnaan seseorang akan muncul ketika ia menyempurnakan kehidupannya dengan kehadiran seorang pasangan hidup, karena itulah ia harus memilih sendiri sang pasangan sejati. Visi masa depan yang besar tentu harus dicapai dengan regenerasi yang baik karena terbatasnya usia, maka dari itulah seseorang diberi kekuasaan penuh untuk mencari bibit terbaik generasi penerus.

Hmm...jika aku sempat membayangkan pernikahan adalah kesenangan berdua, rupanya aku salah. Sebuah pernikahan adalah penopang kehidupan. Memilih pasangan, memilih arah rumah tangga, memilih apa yang akan dimakan, memilih akan menyekolahkan anak dimana, memilih mencari sumber penghidupan apa, adalah rentetan kebebasan berikutnya. Selayaknya sebuah kebebasan, hasil akhir tentu harus dipertanggung jawabkan. Inilah yang membuat hatiku bergetar.

Read more!
posted by Rumah Kiyut 11:44 AM   4 comments
 
4 Comments:
  • At 9:32 AM, Blogger mukuge said…

    Ted, nonton filmnya di mana?? Jadinya hari H tanggal berapa nih? :))

     
  • At 12:28 PM, Anonymous Anonymous said…

    There is any solution on POWERLESSNESS? What is the remedy? Yes, off course, one good solution is there and everybody very well knows about it. It is nothing but buy levitra. http://www.levitrabliss.com/

     
  • At 4:04 AM, Anonymous Anonymous said…

    no deposit bonuses no deposit without poker
    darmowy pokerza darmo bez deponowania kasy. no deposit without poker
    Bonus senza depositoLista con i migliori bonus dei poker online - nessuno deposito
    poker sans dépôt

     
  • At 2:08 PM, Anonymous Anonymous said…

    Regardless of how ably you aim your month-to-month bills there are conditions once you ask for is anon send to lender for the accord. [url=http://paydayloansdepr.co.uk]pay day uk[/url] This is very crucial to that you are admired the cash barring acquirement any accept for gospel checks. This about-face of loan is find payday loan reviews to help you make your financial decision.

     
Post a Comment
<< HOME

Friday, December 08, 2006
Bangsa Survival dan Bangsa Inovator
Agak ketinggalan zaman, aku baru saja membaca Angel & Demon-nya Dan Brown. Novel pertamanya yang baru ketahuan bagus setelah kehebohan yang dimunculkan 'adik'-nya si The Da Vinci Code ini ternyata juga luar biasa jenius. Diceritakan bahwa Robert Langdon, sang ahli simbologi yang juga menjadi tokoh utama dalam Da Vinci menerima permintaan untuk mengungkap pembunuhan seorang fisikawan terkenal. Penyelidikannya membawa pada sebuah kelompok Illuminati, kelompok yang telah berusia ratusan tahun, diisi oleh para jenius pecinta ilmu pengetahuan namun dibenci oleh kalangan gereja karena penemuan mereka banyak menjatuhkan doktrin-doktrin yang diajarkan oleh gereja. Penelitian Langdon sekian tahun mengatakan kelompok ini sudah lama punah, namun fakta-fakta yang muncul mengiringi penyelidikannya terhadap pembunuhan sang fisikawan mengatakan sebaliknya. Illuminati masih hidup, bahkan lebih kuat, terselubung, dan memiliki jaringan luar biasa sampai pada level kepala negara.

Petualangan seru pun berlanjut, diiringi dengan sekian banyak pembunuhan terhadap kandidat Paus. Hasil akhirnya, pelayan setia Paus yang baru meninggal, merekayasa semua kejadian tersebut. Mengapa ia melakukannya? Amat unik, ia sama sekali tidak menginginkan kekuasaan. Ia hanyalah seorang pelayan yang taat dan ingin mengembalikan wibawa gereja. Ia tidak rela jika ilmu pengetahuan membuat agama menjadi tidak berarti dengan membuat semua ayatnya logis dan dapat dijangkau oleh nalar. Untuk itulah, ia bangkitkan kembali kelompok yang sudah ratusan tahun dianggap bubar itu dan membangkitkan rasa takut pada orang banyak. "Lihat, ribuan orang berkumpul di sana, duduk bersama dan berdoa," demikian salah satu kalimat yang diluncurkan oleh sang pelayan ketika perbuatannya terungkap.

Terlepas dari segala kontroversi sang penulis, aku menangkap sesuatu yang menarik dari rencana sang pelayan Paus. Ia menciptakan rasa takut dalam hati banyak orang, agar mereka ingat dan bersatu. Menarik, sebab metode ini memang salah satu yang dianggap oleh orang banyak sebagai metode ampuh untuk memunculkan persatuan. Mulai dari Soeharto yang menciptakan PKI, Amerika menciptakan Al Qaida, sampai kalangan terpelajar (baca: mahasiswa) menciptakan OPSPEK (perploncoan), semua mengangkat tema yang sama: dalam keadaan terdesak orang akan bersatu. Benarkah demikian?

Aku pernah menganggapnya benar. Ketika SMA, aku pernah menjadi bagian dari pelatihan kepemimpinan OSIS yang menggunakan fear management seperti ini. Hanya saja, belakangan aku pelajari pengalaman itu, ada satu hal yang rupanya lupa untuk dikaji oleh mereka yang menerapkan metode ini: kualitas kesatuan yang diciptakan.

Benar bahwa ketika kita kepepet, akan ada shortcut yang membuat banyak informasi dalam otak mencari segala kemungkinan pemecahan dengan lebih cepat. Bahkan, situasi kepepet ini mampu membuat seseorang mampu memanjat sebuah tembok tinggi ketika sedang dikejar anjing. Masalahnya, keadaan mendesak hanya akan menggunakan informasi yang sudah tersedia dalam otak kita, termasuk potensi fisik yang kuat. Jadilah pola pikir primitif ini sama sekali tidak dapat bekerja untuk memunculkan hasil kreatif yang hanya bisa muncul ketika otak berada dalam kondisi relaks, yaitu ketika gelombang alfa-nya bekerja. Keputusan kreatif membutuhkan tidak saja informasi yang sudah ada tapi juga informasi yang belum didapat bahkan belum ada. Jelas, imajinasi dibutuhkan disini, sesuatu yang tidak akan muncul ketika seseorang sedang dikejar anjing. So, yakinlah sekelompok orang dapat survive dalam kondisi kritis yang mendesak, tapi di saat lain mereka tidak akan menghasilkan inovasi apapun dalam keadaan yang sama.

Sayangnya, metode inilah yang populer baik di kalangan praktisi maupun akademisi. Sebuah PR besar menanti: menjadikan pola pikir kreatif ini minimal sejajar dengan pola pikir primitif. Pilihan pun muncul, menjadi bangsa survival atau inovator? Aku yakin kita menginginkan keduanya, survanovator. Tangguh saat keadaan mendesak, cerdas saat keadaan berubah. Hanya, saat ini memang masih pincang sebelah.



Read more!
posted by Rumah Kiyut 2:41 PM   0 comments
 
0 Comments:
Post a Comment
<< HOME

myprofile
Name: Rumah Kiyut
Home:
About Me:
See my complete profile


previouspost
Pindah Blog
Banjir: Bersedih atau Bersyukur?
Learn To Be Trusted
Setengah dan Setengah
Pernikahan Menuju Kebebasan
Bangsa Survival dan Bangsa Inovator
Bakso Bang Eric
Pemimpin Indonesia
Level Cinta
Hari Kemenangan?


myarchives
September 2006
October 2006
November 2006
December 2006
January 2007
February 2007
June 2007


mylinks
Ant'Z
Rumah Kiyut
Priyadi's
Wimar Witoelar's
Taleo's
The Practice of Leadership
HBS Working Knowledge
McKinsey Quarterly
sepatumerah
Negeri Senja
E-Books
Devi's
Marsha's
Celebrating Life
Iyo's
afsyuhud's
TemplatePanic


bloginfo
This blog is powered by Blogger and optimized for Firefox.
Blog designed by TemplatePanic.