teddibelajarbersyukur
Belajar, Bersyukur, Bekerja
 
Wednesday, November 15, 2006
Pemimpin Indonesia
Beberapa hari belakangan aku 'terpaksa' naik mobil ke kantor setiap hari--sebuah kebiasaan yang setahun ini berusaha aku minimalisasi demi meningkatkan frekuensi membaca (sehingga aku lebih memilih naik bis) dan tentunya efisiensi dari segi pengeluaran. Melewati Mampang menuju Warung Buncit orang-orang tentu sudah tidak heran dengan apa yang akan mereka lihat: sebuah proyek pembangunan busway yang menimbulkan macet plus resiko lecet bagi mereka yang kurang hati-hati dalam berkendara, sebab pengerjaannya yang agak ceroboh meninggalkan begitu saja pembongkaran jalan tanpa perlindungan yang berarti.

Hanya saja, satu pagi mataku terarah pada pemandangan yang merenyuhkan. Berangkat agak lebih awal waktu itu, jalanan yang sepi masih menjadi tempat yang nyaman bagi beberapa orang pekerja proyek untuk berbaring meringkuk di atas triplek dengan ditutupi sarung di area pengerjaan jalan. "Mereka tidur di tengah jalan?!" tanyaku tersentak. Ya. Tidak tampak adanya barak yang lazim dibangun setiap ada proyek besar di sekitar situ, dan disanalah mereka beristirahat setiap malam. Entah dimana mereka makan, entah dimana pula mereka berteduh dan beristirahat siang. Mereka yang selalu kulihat sekuat tenaga memukulkan palu dan mengangkat macam ragam alat berat rupanya tidak pernah disediakan 'rumah' yang layak untuk sekedar men-charge tenaga. Jalanan Jakarta menjadi rumah mereka, sebagaimana juga banyak orang yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan dalam kemacetan. Bedanya, yang satu nyaman dalam mobil ber-AC, yang lain ditiupi Angin Cemilir plus debu dan asap knalpot.

Aku pun teringat pernah cukup sering mendengar mantan pemimpin negeri ini ada yang disebut sebagai Bapak Pembangunan, karena dianggap berjasa (atau menganggap dirinya berjasa?) membangun banyak hal (baca: gedung bertingkat dan jalan-jalan utama). Sebuah pertanyaan pun muncul: benarkah pemimpin negeri ini adalah Bapak Pembangunan? Dengan lantang suara dari dalam hatiku pun menjawab: TIDAK!

Bukannya sok peduli pada rakyat kecil (sebab aku pun juga rakyat kecil), tapi bagiku kepemimpinan amat berbeda dengan keselebritisan. Benarkah Soekarno pemimpin? Ya, jawab beberapa orang yang berpandangan bahwa ia lah yang memiliki visi Indonesia menjadi bangsa yang merdeka. Pertanyaannya: apa yang terjadi jika tidak ada sekumpulan rakyat kecil yang dengan keluguan namun dengan ketulusan yang mendalam memberikan dukungan atas perjuangannya? Aku tidak yakin nama Soekarno akan pernah didengar oleh dunia. Benarkah Soeharto pemimpin? Ya, jika selama ini kita melihatnya sebagai orang yang sempat menorehkan sejarah dengan menjadikan perekonomian Indonesia 'tampak' cukup kuat plus bumbu nepotisme yang kental. Pertanyaannya: apa yang terjadi jika pada masa itu tidak ada seorang pun yang mau disuap dan diajak bekerja bersamanya untuk kemudian memilih jalannya masing-masing secara jujur dan lurus? Aku juga tidak yakin wajah presiden yang membanggakan dirinya sebagai anak petani itu (namun tidak berjiwa petani) akan pernah digambar di selembar uang terbitan BI dengan judul Bapak Pembangunan Indonesia. Melompat lebih sempit ke Jakarta, benarkah Sutiyoso pemimpin? Ya, jika kita hanya menikmati busway yang telah sekian lama mengitari koridor beberapa koridor. Pertanyaannya: apa yang terjadi, jika para pekerja yang tidur di tengah jalan Warung Buncit itu memperlambat kerjanya 1 jam sehari saja? Pekerjaan akan molor, protes akan semakin kencang, dan bukan tidak mungkin ia akan didemo turun jabatan sebelum waktunya. Masuk akal, mengingat prestasinya dalam menangani banjir dan kemacetan selama ini.

So, siapa sebenarnya yang jadi pemimpin disini? Sebuah pertanyaan yang tidak perlu dijawab bagiku. Kepemimpinan sejatinya berbeda dengan keselebritisan, meski keduanya seringkali berada pada satu individu yang sama. Masalahnya, yang dibutuhkan bangsa ini hanyalah kepemimpinan sejati, tok til, tanpa embel-embel yang lain. Sebuah kesadaran yang amat mendalam tentang potensi yang diberikan oleh Tuhan, sehingga ia akan berusaha sekuat tenaga untuk membuatnya teraktualisasi. Seorang pekerja proyek adalah pemimpin, ketika ia bekerja dengan seluruh kemampuannya secara total disertai keikhlasan dari dalam lubuk hati terdalam. Sebaliknya, seorang presiden sekalipun, hanyalah follower setia dari hawa nafsu kekuasaannya ketika ia membuat banyak keputusan semata-mata hanya untuk mencari keuntungan pribadi.

Well, kepemimpinan sebenarnya bukanlah hal yang terlalu muluk. Cukup pahami apa yang bisa kita perbuat, dan segera jalankan secara konsisten. Hmm...mau jadi pemimpin sekarang?
posted by Rumah Kiyut 10:48 AM  
 
1 Comments:
  • At 8:19 PM, Blogger mukuge said…

    Dear Teddy, your points are really valid. Two thumbs up for you my friend :))

     
Post a Comment
<< HOME

myprofile
Name: Rumah Kiyut
Home:
About Me:
See my complete profile


previouspost
Level Cinta
Hari Kemenangan?
Sudahkah Fitrah?
Yang Terbuang dan Tersia-sia
Bulan Orang Terpinggirkan
Kumpul-kumpul Ramadhan
Kerja Pengisi Waktu?
Lailatul Qadr, Sebuah Penguat?
Kaya Fisik, Kaya Spiritual
Mengurai Takdir


myarchives
September 2006
October 2006
November 2006
December 2006
January 2007
February 2007
June 2007


mylinks
Ant'Z
Rumah Kiyut
Priyadi's
Wimar Witoelar's
Taleo's
The Practice of Leadership
HBS Working Knowledge
McKinsey Quarterly
sepatumerah
Negeri Senja
E-Books
Devi's
Marsha's
Celebrating Life
Iyo's
afsyuhud's
TemplatePanic


bloginfo
This blog is powered by Blogger and optimized for Firefox.
Blog designed by TemplatePanic.